SHARE

Konser Daring Hingga Hibrida, Cara Pelaku Seni Bertahan Dalam Pandemi

CARAPANDANG.COM - Pemerintah bersama para pelaku industri musik dan pertunjukan saling bahu-membahu untuk tetap menggerakkan ekonomi kreatif, dalam ini bagaimana caranya agar konser musik tetap berjalan walau dalam kondisi pandemi COVID-19.

Industri hiburan, film dan panggung pertunjukan adalah yang paling terdampak dari pandemi COVID-19. Guna menghentikan penyebaran virus corona, berbagai macam kegiatan yang dapat mendatangkan kerumunan terpaksa dihentikan seperti konser musik, pertunjukan teater dan produksi film terpaksa dibatalkan.

Akibatnya, banyak seniman dan kru yang kehilangan pekerjaan. Sebab, industri tersebut melibatkan banyak sekali profesi di dalamnya. Pemerintah pun tidak tinggal diam, melalui Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, para pemangku kepentingan dan perwakilan dari para pekerja seni berkumpul untuk mencari solusi terbaik.

Pertunjukan Daring
Konser musik dengan konsep daring atau virtual adalah yang paling memungkinkan untuk saat ini. Penampil dan penonton tidak perlu bertemu dalam satu area.

Penampil juga bisa melakukan pertunjukan dari rumah mereka masing-masing atau studio yang disediakan oleh penyelenggara. Sementara untuk penonton, mereka dapat menikmati pertunjukan idola mereka di mana saja hanya dengan ponsel pintar ataupun perangkat lunak lainnya.

Berbagai konser musik pun sukses digelar secara daring seperti Konser Nyanyi di Rumah, Synchronize Fest 2020, Prambanan Jazz 2020, Wave of Cinema, Here Comes The Sun dari GoPlay, Melomaniac dari Java Festival Production hingga Djakarta Warehouse Project (DWP).

Tak hanya pertunjukan musik, panggung teater pun menggelar pementasannya secara daring. Salah satu contohnya adalah Teater Koma, yang membuat program #DigitalisasiKoma agar para penikmat seni tetap dapat menyaksikan pertunjukan dari rumah selama pandemi.

Teater Koma juga baru saja mementaskan lakon "Cinta Semesta" pada pekan lalu. Tak seperti biasanya yang memakan waktu hingga empat jam, pertunjukan ini hanya berdurasi 99 menit. Jumlah pemainnya pun tidak terlalu banyak karena mengikuti protokol kesehatan yang berlaku.

"Konsepnya kita bahwa format panggungnya harus jelas banget, itu yang kemudian apa boleh buat sampai ada 11 kamera untuk mengekspos angle-angle gambar," ujar sutradara "Cinta Semesta", Idries Pulungan belum lama ini.

Pertunjukan Hibrida
Berbeda dengan konser daring yang tidak ada interaksi antara penampil dan penonton secara langsung, Jazz Gunung 2020 mengusung konsep hybrid concert.

Konsep ini menggabungkan penyelenggaraan Jazz Gunung Bromo yang digelar virtual dan Jazz Gunung Ijen yang diadakan di lokasi dengan penerapan protokol kesehatan ketat seperti rapid tes, penggunaan masker, jaga jarak dan mencuci tangan.

Konsep ini pun mendapat dukungan dari Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Whisnutama. Menurutnya, konsep hibrida bisa menjadi alternatif baru di mana penonton bisa datang langsung atau menonton berbayar melalui platform digital.

Wishnutama juga mengatakan inisiatif yang dilakukan penyelenggara Jazz Gunung dalam menggelar konser secara hibrida menjadi sebuah harapan dan semangat untuk bangkit dari badai COVID-19 yang memberi dampak besar terhadap pelaku ekonomi kreatif.

"Tentu inisiatif yang dilakukan menurut saya luar biasa dan sangat saya hargai. Karena ini bukan hanya membantu dari segi ekonomi tapi memberikan semangat, memberikan hopes. Memberikan semangat bahwa kita ini ada semangat untuk bangkit," ujar Wishnutama.

Pemerintah Buat Paduan Protokol Kesehatan
Kemenparekraf sendiri telah meluncurkan panduan terbaru bagi para musisi, promotor, dan masyarakat yang rindu merasakan sensasi konser di tengah pandemi dengan aman dan nyaman.

Adapun panduan umum terkait protokol kesehatan 3M, yakni mengenakan masker, mencuci tangan dengan teratur, dan menjaga jarak.

Sementara, untuk panduan khusus di pertunjukan musik, Staf Ahli Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI, Ari Juliano Gema, mengatakan terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan pihak-pihak terkait.

Seluruh musisi, kru dan kru panggung yang terlibat harus melakukan rapid test atau PCR dengan hasil negati dan dilampiri dengan pernyataan masa berlaku hasil tes dari instansi berwenang.

Selain itu, setiap penampil diupayakan untuk menggunakan instrumen pribadi yang sudah didisinfeksi dan tidak menggunakan instrumen secara bergantian dengan penampil lain.

Selanjutnya, tidak mengajak penonton untuk ikut terlibat di atas panggung, dan mengupayakan agar konferensi pers dan jumpa penggemar dilakukan secara daring.

Penampil sendiri mendapat pengecualian tidak memakai masker hanya pada saat di atas panggung. Namun tetap melakukan langkah-langkah preventif lainnya, seperti jaga jarak, gunakan faceshield, partisi, dan inovasi lainnya yang dapat meningkatkan perlindungan diri sendiri dan orang di sekitarnya.

Tantangan
Menyelenggarakan pertunjukan secara daring tentu gampang-gampang susah, berbagai tantangan pun harus dihadapi oleh pihak penyelenggara.

Anas Syahrul Alimi selaku Founder Rajawali Indonesia, yang sukses menggelar Prambanan Jazz Virtual Festival mengatakan bahwa menyelenggarakan konser secara daring memiliki sejumlah tantangan.

Yang pertama adalah masalah cuaca, sebab penampil memainkan musiknya secara langsung di area Candi Prambanan, Yogyakarta, sedangkan penonton menunggu dari rumah. Masalah ini pun bisa menyebabkan keterlambatan waktu penayangan.

"Tapi di situ kita melakukan improvisasi dan harus cepat ambil keputusan," kata Anas.

Koneksi internet juga sangat menentukan lancar tidaknya sebuah pertunjukan daring, malah Anas mengaku pada hari pertama Prambanan Jazz, koneksi internetnya sempat mengalami kendala.

Hal yang sama juga dialami oleh Dewi Gontha selaku President Director of PT Java Festival Production, yang beberapa kali menggelar konser secara daring yakni Melomaniac.

Dewi mengatakan dari sisi produksi tidak mengalami kendala yang berarti. Hanya saja koneksi internet di setiap daerah berbeda, sehingga apa yang disaksikan oleh penonton dari rumah belum tentu sebagus kualitas aslinya.

Dewi tak menampik bahwa pengalaman menonton konser secara daring jelas berbeda dengan datang langsung ke lokasi. Namun, cara ini adalah yang paling baik sebagai upaya bertahan di industri kreatif.

"Kalau kita lihat data di bulan April itu pekerja industri kreatif yang terkena imbas pandemi ini kira-kira 200 ribuan orang yang enggak bisa kerja," ujar Dewi.

Pertunjukan daring saat ini memang sedang gencar digelar oleh musisi dan promotor, namun tidak menutup akan ada cara baru yang bisa digunakan pada 2021 mendatang. Konsep hibrida yang diterapkan oleh Jazz Gunung, mungkin bisa juga nantinya diterapkan pada beberapa pertunjukan musik dan pementasan seni di Indonesia, tentu harus mengikuti protokol kesehatan dan menyesuaikan dengan kebutuhan masing-masing acara.

 
Tags
SHARE