SHARE

Ilustrasi

CARAPANDANG.COM - Seiring perkembangan zaman, problem yang dihadapi oleh bangsa Indonesia kian menumpuk dari hari ke hari, mulai dari problem dunia pendidikan yang dituduh tidak mencerdaskan, dunia politik tidak karuan arahnya dan sarat dengan praktek korupsi, agama yang mengalami kekacauan bagi pemeluknya, kesejahteraan ekonomi yang tidak merata, kekayaan alam yang hanya dinikmati oleh segelintir orang;  sosial dan  budaya masyarakat yang mudah di hasut oleh konflik SARA, dan lain sebagainya.

Bila terjadi pembiaran terhadap problem tersebut maka yang terjadi kemudian adalah munculnya jutaan problem baru yang menambah daftar panjang penderitaan warga negara di negeri ini. Kekerasan, penindasan, ketidakadilan, dan berbagai istilah miring lainnya akan menjadi identitas yang melekat bagi bangsa Indonesia di kemudian hari.

Menyikapi problem di atas, dibutuhkan partisipasi dari seluruh komponen bangsa untuk mencari solusi terbaik tidak terkecuali dunia pendidikan. Dunia pendidikan pada dasarnya merupakan komponen penting bila tidak ingin mengatakan komponen utama yang menentukan nasib bangsa Indonesia ke depan. Hal ini didasarkan pada fakta bahwa dunia pendidikan adalah tempat untuk menempa dan mencetak manusia yang berkarakter. Hanya saja, dunia pendidikan perlu melakukan upaya mengenai peristiwa yang menyeluruh terhadap segala komponen penting di dalamnya. Sebab, akhir-akhir ini dunia pendidikan dituduh tidak mencerdaskan secara positif tetapi justru mencerdaskan secara negatif.

Secara umum, IQ mereka sangat tinggi namun secara akhlak tidak ada sama sekali . Sistem pendidikan sekarang ini lebih mengutamakan pada pengembangan otak kiri tetapi kurang memperhatikan pengembangan otak kanan (rasa, empati), sehingga membentuk generasi yang berintelektualitas tinggi tetapi memiliki karakter yang kurang baik. Makanya sudah dibuktikan dengan banyaknya lulusan perguruan tinggi yang terjerat kasus korupsi dan kasus kejahatan lainnya.

Meskipun bahasa politik yang biasa digunakan adalah “oknum” tetapi faktanya oknum tersebut sudah banyak. Pada dasarnya ialah lembaga pendidikan seharusnya berbenah diri. Boleh jadi dunia pendidikan memang gagal untuk melahirkan generasi yang berkarakter. Generasi yang lahir justru generasi yang bermental krupuk yang mudah goyah dengan lembaran rupiah, generasi yang siap “membela yang bayar” ;  generasi yang rela mengorbankan orang lain untuk kepentingan pribadi atau golongan, generasi yang lemah secara agama dan akhlak, generasi yang tidak mampu bersaing di tengah derasnya persaingan atau “generasi penonton yang pencemburu” yakni orang-orang yang hanya mampu iri dan mengkritik kesuksesan orang lain tanpa mau berusaha meraih kesuksesan itu.

Pendidikan tinggi Islam, baik dalam konteks nasional Indonesia maupun sebagai bagian dari dunia Islam, kini tengah menghadapi tantangan yang lebih berat. Agenda besar yang dihadapi bangsa Indonesia kini adalah bagaimana menciptakan negara yang aman, adil, dan makmur dalam lindungan Tuhan Yang Maha Esa, yang didukung oleh warga negara yang berpengetahuan, beriman, dan bertakwa. Dengan begitu, maka pendidikan tinggi Islam dituntut untuk berperan serta mewujudkan tatanan Indonesia baru dimaksud dengan merumuskan langkah-langkah pengembangannya.

Hingga saat ini masih ditengarai bahwa sistem pendidikan Islam belum mampu menghadapi perubahan terhadap globalisasi kebudayaan. Oleh sebab itu, pola pengajaran maintenance learning yang selama ini dipandang terlalu bersifat adaptif dan pasif harus segera ditinggalkan. Dengan begitu, maka lembaga pendidikan Islam setiap saat dituntut untuk selalu melakukan pembaruan pemikiran pendidikan dalam rangka mengantisipasi setiap perubahan yang terjadi. [**]

** Oleh: Panji Trio Narta
Penulis merupakan mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malam (UMM)


Tags
SHARE