SHARE

Gonjang-ganjing Pemilu yang santer ekspresikan pertentangan, praktik demokrasi pragmatis selain sangat costly biaya, tapi juga beri efek kegamangan, pangkal rusaknya mood untuk beranjak, dan terkadang sampai merenggut kebahagiaan kita.

Entah mau disebut rekonsiliasi atau reunifikasi duo persahabatan. Yang pasti tindakan yang harus dipahami sebagai gambaran kearifan seorang kenegarawanan, ia berhasil ajarkan nurani bangsa untuk pandai mawas diri. Dan mutakhir menciptakan iklim kesejukan bagi masyarakat. Kelapangan dada sikap yang bermartabat, berikan kedamaian hati, dan adil dalam penyelesaian perbedaaan, selisih-silang maupun persoalan hukum sekalipun. Sekaligus juga menyentil mental elite, elemen-elemen pesohor, pemain-pemain utama politik, atau tokoh-tokoh nasional lainnya agar mau belajar tidak egois, menahan lapar, hawa nafsu, dan menahan dahaga kekuasaan layaknya ajaran syarat shahihnya puasa Ramadhan.

Ketahuilah yang jauh paling pokok lagi, kebesaran jiwa Surya Paloh terbukti berbuah manis memulihkan kembali kenormalan bernegara, mengangkat wibawa bangsa karena telah sukses menyudahi, meredam dan atau melerai prahara politik. Sebaiknya kita berangkat dari pakem filosofis tentang konsep mengutamakan kebaikan bersama yang mungkin ini juga dimaksud Prabowo dalam suatu ceramahnya, menjustifikasi, bahwa sumbangan terbesar seorang pemimpin politik, kalau dia bisa berlaku paripurna ikut menciptakan kondisi ketenangan.

Tidak berangkat dari nol, tiba-tiba, ketika negara menginginkan perdamaian dan stabilitas, kelapangdadaan Surya Paloh harus membuktikan the best practice politik gagasan yang memang ada diterminologikan dalam istilah restorasi NasDem. Sehingga saya termasuk yang percaya, mustahil virtue restorasi ikut memudar hanya lantaran radarnya dikacaukan cuaca politik semusim, atau gara-gara kandidat pacuan yang diusungnya diterjang badai kekalahan. Mana mungkin menghentikan sebuah perjalanannya yang penuh cita-cita ingin mencapai puncak kejayaan peradaban dan kebangsaan.

Guna merawat persatuan-kesatuan, menjaga kerukunan, kondusifitas dan stabilitas nasional. Sedari awal Prabowo-Gibran memang bertekad untuk merangkul semua, mempertahankan tradisi rekonsiliasi. Prabowo terlihat keseringan senang mengutip jargon persahabatan, "thousand friends zero enemy" “Seribu kawan terlalu sedikit, satu musuh terlalu banyak”. Tepat diterapkan dalam konteks mengelola, mengurus, dan membangun Negara, ia menekankan pentingnya untuk bergandengan tangan membangun hubungan baik, dan menghindari permusuhan. Menghadapi tantangan kedepan tidak bisa dilakukan oleh satu dua orang, dibutuhkan banyak komponen bangsa.

Halaman :
Tags
SHARE