SHARE

Gonjang-ganjing Pemilu yang santer ekspresikan pertentangan, praktik demokrasi pragmatis selain sangat costly biaya, tapi juga beri efek kegamangan, pangkal rusaknya mood untuk beranjak, dan terkadang sampai merenggut kebahagiaan kita.

Namun dengan kondisi objektif bangsa saat ini, ingin tagih yang lebih esensial daripada sekedar romantisme melepas rindu, isinya candaan, dan penuh humor. Mengapresiasinya apabila circle persahabatan yang sungguh-sungguh memiliki kedalaman ihwal kebangsaan. Yakni pertemuan tersebut dalam kesepakatan menyatakan komitmen kebangsaan untuk terus menjaga persatuan, mencerminkan pesan kerukunan, membincangkan penyelesaian-penyelesaian masalah bangsa, dan menjawab tantangan zaman.

Sebab hal tersebut sangat diperlukan dalam rangka proteksionis negara menghadapi tantangan dan dinamika yang tidak mudah kedepan. Tantangan bukan hanya dalam negeri, tapi ancaman eksternal global yang sangat rumit. Ketidakpastian geopolitik masih sulit diprediksi, konflik-konflik, bahkan perang meningkat sangat tajam menyebabkan inflasi melanda dunia. Sudah begitu banyak negara-negara besar yang masuk dalam jurang resesi. Krisis ekonomi terjadi di Argentina saat ini begitu parah, inflasi tinggi yang menggerus daya beli. Bahkan, untuk bertahan hidup saja, ada yang mengais makanan dari tempat sampah. Kondisi empirik yang bisa saja berdampak signifikan pada situasi ekonomi maupun situasi sosial kita.

Memangnya hanya NasDem ditugaskan sejarah untuk antitesa atas situasi yang meresahkan? Sebab bukan sesuatu yang mudah, herannya, kelapangan dada mengapa mesti disalahpahami, menggosipkan seolah-olah rangkulan politik pragmatis semata kepentingan. Berbuntut fitnah bakal berkongsi dengan blok yang sebelumnya berhadap-hadapan sebagai rival. Elite sejawat justru mempergunjingkan, peruncing membangkitkan pertengkaran negative dengan mengirim sinyal-sinyal kecurigaan terus-menerus, mendramatisir, mendebatnya dengan tuduhan-tuduhan yang tidak berdasar, dan belum tentu kebenarannya.

Kelihatannya ini membuat saya berfikir, jangan-jangan bukan saja mereka tidak mau legowo (lapang dada), melainkan ingin latenkan barisan sakit hati yang maunya dinamika politik terus bergulir deadlock panjang. Logikanya dalam bahasa yang vulgar, sebelum hasrat kekuasaan, kepentingan pribadi, kelompoknya capai-terpuaskan, maka tidak akan bisa arif, insyaf untuk berdiri kepada fatsun politik yang mengedepan kepentingan umum yang lebih besar.

Halaman :
Tags
SHARE