SHARE

Gonjang-ganjing Pemilu yang santer ekspresikan pertentangan, praktik demokrasi pragmatis selain sangat costly biaya, tapi juga beri efek kegamangan, pangkal rusaknya mood untuk beranjak, dan terkadang sampai merenggut kebahagiaan kita.

Prabowo-Gibran telah berhasil pecahkan rekor sepanjang sejarah dunia, memenangkan Pilpres satu putaran dengan merajai, atau meraup suara terbanyak 36 dari 38 provinsi. Sudah semestinya diakui karena menandakan kontestasi Pemilu akhirnya kelar itu, terhitung sejak ketukan palu KPU umumkan hasil rekapitulasi nasional. Sementara soal lain berikutnya apabila ada pihak yang berkepentingan saluran hukum yang merespon keputusan tersebut dengan naik ring memperkarakannya di Mahkama Konstitusi (MK).

“Sahabat menjadi Presiden! Itu dulu yang penting,” kelugasannya yang semakin mengokohkan kepopulerannya Surya Paloh yang terlihat raut wajahnya tersipu senyum sambil menuntun sahabatnya, presiden terpilih Prabowo Subianto di tengah hujan pertanyaan doorstop pewarta di Tower NasDem, Gondangdia Jakarta, Jumat (22/3/2024) lalu.

Kalimat sakti “sahabat jadi presiden” buat saya semakin yakin, benang merah dari pertemuan dua tokoh nasional Surya Paloh dan Prabowo adalah memang natural. Lebih pada kunjungan silaturahmi persahabatan, dan kita patut menghargai keeratan pertemuannya.

Perjalanan panjang hubungan di antara dua sahabat lama yang memiliki kredibilitas dan kapasitas kepemimpinan. Romantisme, sama-sama aktivis elite dibesarkan pada era orde baru, pernah barengan menggagas dan menjadi peserta konvensi nasional Capres untuk Pemilu 2004. Kita sudah sering menemukan kisah-kisah tersembunyi, momen-momen penting yang memotret perjalanan persahabatan yang sarat makna dalam politik Indonesia kontemporer. Dalam tataran yang lebih esensial sikap semacam ini adalah cermin keromantismean yang memetik pelajaran dari kilasan-kilasan sejarah.

Halaman :
Tags
SHARE